Kebudayaan Kota Makassar
Makassar merupakan ibu kota dari provinsi sulawesi selatan. Makassar
terkenal dengan berbagai macam kebudayaannya dan makanan khasnya yang
sangat enak. Maka dari itu banyak sekali orang-orang selain orang
makassar sangat menyukai makanan khas makassar. Makanan khas Makassar
antara lain coto Makassar, pisang ijo, pisang epek, pisang palubutung,
kondro, barongko dan masih banyak lagi. Selain itu tariannya pun
menarik. Antara lain tarian Pakarena. Pada abad 20, tarian ini keluar
dari tradisi istana dan menjadi pertunjukan populer. Seringkali
dipentaskan di sejumlah acara, seperti pernikahan, ritual pengobatan dan
sunatan. Tari ini sangat energik, terkadang begitu hingar bingar oleh
musik, namun diiringi oleh tarian yang sangat lambat lemah gemulai dari
para penari wanita muda. Dua kepala drum (gandrang) dan sepasang
instrument alat semacam suling (puik-puik) mengiringi dua penari.
Sementara itu, busana adat Makasar memiliki perbedaan antara busana
pria dan busana wanita. Busana adat pria dengan baju bella dada dan jas
tutunya sedangkan busana adat wanita dengan baju bodo dan baju labbunya.
Busana adat pria.
Terdiri atas baju, celana atau paroci, kain sarung atau lipa garusuk,
dan tutup kepala atau passapu. Baju yang dikenakan pada tubuh bagian
atas berbentuk jas tutup atau jas tutu dan baju belah dada atau bella
dada. Model baju yang tampak adalah berlengan panjang, leher berkrah,
saku di kanan dan kiri baju, serta diberi kancing yang terbuat dari emas
atau perak dan dipasang pada leher baju.
Khusus untuk tutup kepala, bahan yang biasa digunakan berasal dari
kain pasapu yang terbuat dari serat daun lontar yang dianyam. Bila tutup
kepala pada busana adat pria Makasar dihiasi dengan benang emas,
masyarakat menyebutnya mbiring. Namun jika keadaan sebaliknya atau tutup
kepala tidak berhias benang emas, masyarakat menyebutnya pasapu guru.
Biasanya, yang mengenakan pasapu guru adalah mereka yang berstatus
sebagai guru di kampung. Pemakaian tutup kepala pada busana pria
mempunyai makna-makna dan simbol-simbol tertentu yang melambangkan satus
sosial pemakainya.
Kelengkapan busana adat pria Makasar yang tidak pernah lupa untuk
dikenakan adalah perhiasan seperti keris, gelang, selempang atau rante
sembang, sapu tangan berhias atau passapu ambara, dan hiasan pada
penutup kepala atau sigarak. Keris yang senantiasa digunakan adalah
keris dengan kepala dan sarung yang terbuat dari emas, dikenal dengan
sebutan pasattimpo atau tatarapeng.
Busana adat wanita
Terdiri atas baju dan sarung atau lipa. Ada dua jenis baju yang biasa
dikenakan oleh kaum wanita, yakni baju bodo dan baju labbu dengan
kekhasannya tersendiri. Baju bodo berbentuk segi empat, tidak berlengan,
sisi samping kain dijahit, dan pada bagian atas dilubangi untuk
memasukkan kepala yang sekaligus juga merupakan leher baju. Adapun baju
labbu atau disebut juga baju bodo panjang, biasanya berbentuk baju
kurung berlengan panjang dan ketat mulai dari siku sampai pergelangan
tangan. Bahan dasar yang kerap digunakan untuk membuat baju labbu
seperti itu adalah kain sutera tipis, berwarna tua dengan corak
bunga-bunga. Kaum wanita dari berbagai kalangan manapun bisa mengenakan
baju labbu.
Pasangan baju bodo dan baju labbu adalah kain sarung atau lipa, yang
terbuat dari benang biasa atau lipa garusuk maupun kain sarung sutera
atau lipa sabbe dengan warna dan corak yang beragam. Namun pada umumnya,
warna dasar sarung Makasar adalah hitam, coklat tua, atau biru tua,
dengan hiasan motif kecilkecil yang disebut corak cadii.
Sama halnya dengan pria, wanita makasar pun memakai berbagai
perhiasan untuk melengkapi tampilan busana yang dikenakannya Unsur
perhiasan yang terdapat di kepala adalah mahkota (saloko), sanggul
berhiaskan bunga dengan tangkainya (pinang goyang), dan anting panjang
(bangkarak). Perhiasan di leher antara lain kalung berantai (geno
ma`bule), kalung panjang (rantekote), dan kalung besar (geno sibatu),
dan berbagai aksesori lainnya. Penggunaan busana adat wanita Makasar
yang lengkap dengan berbagai aksesorinya terlihat pada busana pengantin
wanita. Begitu pula halnya dengan para pengiring pengantin, hanya saja
perhiasan yang dikenakannya tidak selengkap itu.
Selain itu,terdapat juga adat pernikahan orang Makassar. Banyak
sekali serangkaian kegiatan pernikahan adat di Makassar yaitu sebagai
berikut :
1. A’jagang-jagang/Ma’manu-manu
Penyelidikan secara diam-diam oleh pihak calon mempelai pria untuk mengetahui latar belakang pihak calon mempelai wanita.
2. A’suro/Massuro
Acara ini merupakan acara pinangan secara resmi pihak calon mempelai
pria kepada calon mempelai wanita. Dahulu, proses meminang bisa
dilakukan beberapa fase dan bisa berlangsung berbulan-bulan untuk
mencapai kesepakatan.
3. Appa’nasa/Patenre Ada
Usai acara pinangan, dilakukan appa’nasa/patenre ada yaitu menentukan
hari pernikahan. Selain penentuan hari pernikahan, juga disepakati
besarnya mas kawin dan uang belanja. Besarnya mas kawin dan uang belanja
ditentukan menurut golongan atau strata sosial sang gadis dan
kesanggupan pihak keluarga pria.
4. Appanai Leko Lompo (erang-erang)
Setelah pinangan diterima secara resmi, maka dilakukan pertunangan
yang disebut A’bayuang yaitu ketika pihak keluarga lelaki mengantarkan
passio/passiko atau Pattere ada (Bugis). Hal ini dianggap sebagai
pengikat dan biasanya berupa cincin. Prosesi mengantarkan passio
diiringi dengan mengantar daun sirih pinang yang disebut Leko Caddi.
Namun karena pertimbangan waktu, sekarang acara ini dilakukan bersamaan
dengan acara Patenre Ada atau Appa’nasa.
5. A’barumbung (mappesau)
Acara mandi uap yang dilakukan oleh calon mempelai wanita.
6. Appasili Bunting (Cemme Mapepaccing)
Kegiatan tata upacara ini terdiri dari appasili bunting, a’bubu, dan
appakanre bunting. Prosesi appasili bunting ini hampir mirip dengan
siraman dalam tradisi pernikahan Jawa. Acara ini dimaksudkan sebagai
pembersihan diri lahir dan batin sehingga saat kedua mempelai mengarungi
bahtera rumah tangga, mereka akan mendapat perlindungan dari Yang Kuasa
dan dihindarkan dari segala macam mara bahaya. Acara ini dilanjutkan
dengan Macceko/A’bubu atau mencukur rambut halus di sekitar dahi yang
dilakukan oleh Anrong Bunting (penata rias). Tujuannya agar dadasa atau
hiasan hitam pada dahi yang dikenakan calon mempelai wanita dapat
melekat dengan baik. Setelah usai, dilanjutkan dengan acara Appakanre
Bunting atau suapan calon mempelai yang dilakukan oleh anrong bunting
dan orang tua calon mempelai. Suapan dari orang tua kepada calon
mempelai merupakan simbol bahwa tanggung jawab orang tua kepada si anak
sudah berakhir dan dialihkan ke calon suami si calon mempelai wanita.
7. Akkorongtigi/Mappaci
Upacara ini merupakan ritual pemakaian daun pacar ke tangan si calon
mempelai. Daun pacar memiliki sifat magis dan melambangkan kesucian.
Menjelang pernikahan biasanya diadakan malam pacar atau Wenni Mappaci
(Bugis) atau Akkorontigi (Makassar) yang artinya malam mensucikan diri
dengan meletakan tumbukan daun pacar ke tangan calon mempelai.
Orang-orang yang diminta meletakkan daun pacar adalah orang-orang yang
punya kedudukan sosial yang baik serta memiliki rumah tangga langgeng
dan bahagia. Malam mappaci dilakukan menjelang upacara pernikahan dan
diadakan di rumah masing-masing calon mempelai.
8. Assimorong/Menre’kawing
Acara ini merupakan acara akad nikah dan menjadi puncak dari
rangkaian upacara pernikahan adat Bugis-Makassar. Calon mempelai pria
diantar ke rumah calon mempelai wanita yang disebut Simorong (Makasar)
atau Menre’kawing (Bugis). Di masa sekarang, dilakukan bersamaan dengan
prosesi Appanai Leko Lompo (seserahan). Karena dilakukan bersamaan, maka
rombongan terdiri dari dua rombongan, yaitu rombongan pembawa Leko
Lompo (seserahan) dan rombongan calon mempelai pria bersama keluarga dan
undangan.
9. Appabajikang Bunting
Prosesi ini merupakan prosesi menyatukan kedua mempelai. Setelah akad
nikah selesai, mempelai pria diantar ke kamar mempelai wanita. Dalam
tradisi Bugis-Makasar, pintu menuju kamar mempelai wanita biasanya
terkunci rapat. Kemudian terjadi dialog singkat antara pengantar
mempelai pria dengan penjaga pintu kamar mempelai wanita. Setelah
mempelai pria diizinkan masuk, kemudian diadakan acara Mappasikarawa
(saling menyentuh). Sesudah itu, kedua mempelai bersanding di atas
tempat tidur untuk mengikuti beberapa acara seperti pemasangan sarung
sebanyak tujuh lembar yang dipandu oleh indo botting (pemandu adat). Hal
ini mengandung makna mempelai pria sudah diterima oleh keluarga
mempelai wanita.
10. Alleka bunting (marolla)
Acara ini sering disebut sebagai acara ngunduh mantu. Sehari sesudah
pesta pernikahan, mempelai wanita ditemani beberapa orang anggota
keluarga diantar ke rumah orang tua mempelai pria. Rombongan ini membawa
beberapa hadiah sebagia balasan untuk mempelai pria. Mempelai wanita
membawa sarung untuk orang tua mempelai pria dan saudara-saudaranya.
Acara ini disebut Makkasiwiang.
Apabila sepasang pengantin sudah melakukan serangkaian kegiatan
diatas, barulah mereka dinyatakan sah sebagai pasangan suami istri.
Sepanjang tahun, selalu ada even kesenian yang digelar di Makassar.
Mulai dari kesenian modern seperti festival musik populer dan jazz,
teater, sampai festival kebudayaan lokal yang menampilkan kesenian
atraktif. Berbagai kesenian dan peristiwa budaya yang dapat anda
saksikan pada waktu-waktu tertentu antara lain :
1. Atraksi Permainan Tradisional “Ma’raga”.
2. Atraksi Permainan Rakyat “Mappadendang”.
3. Tarian Magis “Pepe-pepeki ri Makka”.
4. Tarian Ritual Bissu “Ma’giri”.
5. Upacara tradisional bugis dalam komunitas Tionghoa.
6. Pemain Gendang “Gandrang Bulo”
7. Tarian-tarian Tradisional seperti Tari Pakarena dll.